21 Nov 2014

KAPAN YA INDONESIA BISA KEMBALI ?

Hari menjelang malam ketika seorang teman menghampiri kami yang sedang duduk-duduk santai sambil mengobrol ngalor ngidul. Ia bercerita tentang istrinya yang berasal dari negeri Siam, Thailand dan tinggal disebuah desa di mungkin tidak jauh Bangkok. Walaupun ia bekerja di Jakarta karena memang berasal dari Indonesia, namun istri dan anaknya tetap berada di Thai dan tinggal di kampung halamannya. 

Desa yang ia gambarkan sangat indah dan mereka adalah para petani bukan buruh tani. Tanah pertaniannya luas dan digarap dengan traktor. Terkadang anaknya yang masih kecil senang sekali ikut naik diatas traktor yang berjalan.  Ketika para petani aka ke sawah, mereka memakai motor ataupun mobil double cabin seperti strada. Harga bbm disana memang mahal sekitar 15 ribu jika di kurs ke rupiah dan setara dengan pertamax dan shell, tetapi tidak dijual premium. Namun bahan bakar mobil disana bukan minyak tetapi rata-rata gas. Harga gas untuk bahan bakar mobil jauh lebih murah dibandingkan minyak. Kebutuhan minyak sebagai bahan bakar hanya untuk memotong rumput memakai mesin, ujar teman saya itu.

Ketika musim panen tiba baik hasil sawah maupun kebun seperti kelengkeng dan lainnya, petani cukup sms ke pemerintah setempat. Lalu secepatnya pemerintah lewat pegawainya datang membawa truk untuk membeli dan mengangkut hasil pertanian. Para pekerja dari Birma diperbantukan untuk menimbang dan menaruhnya ke truk. Dengan satu pintu tersebut, harga memang jadi stabil, tinggi dan ketika dilempar ke pasar harga tidak akan melambung tinggi karena banyak pintu. Mereka tidak perlu repot-repot menjual ke tengkulak dengan harga rendah seperti disini dan dijual oleh ketengkulak dengan harga tinggi. Saya jadi ingat ketika om saya menanam cabe. Setelah panen tengkulak membeli dengan harga rendah. Bahkan antara tengkulak satu dan lainnya bisa berbeda harganya, padahal pada saat itu kira-kira 10 tahun lalu harga cabe sedang tinggi karena musim hujan.

Anak teman saya ini masih sederajat dengan TK. Setiap bulan ia hanya membayar 11 ribu (kurs Indonesia) untuk spp-nya. Ketika sekolah, ia tak repot membawa buku, cukup bekal karena sekolah yang menyediakannya. Setiap hari sekolah membagikan susu. Jika sekolah libur, maka sekolah akan merapel dihari sebelum libur. Pelajarannya pun tidak tergolong berat seperti anak TK di Indonesia. Bahkan ada acara tidur siang. Jika ayah ibunya bekerja, anak bisa dititipi di sekolah. Saya jadi ingat dengan ponakan om saya yang lain, sebut saja namanya Ani. Ani yang telah TK di Jepang pulang ke Indonesia karena ayahnya pindah kembali ke Indonesia. Ketika masuk TK di Depok, ia mogok sekolah. Menurutnya sekolahnya tidak menyenangkan tidak seperti ketika Ia di Jepang. Dan jadi inget juga dengan anak tetangga. Ketika jaman kabinet SBY, anak tetangga itu rencananya ikut PAUD. Tetapi tidak jadi karena biayanya 300 ribu tidak termasuk uang seragam.

Saya pernah membaca di majalah intisari, lupa edisi berapa. Raja Thai memikirkan rakyatnya. Putrinya yang sekolah di pertanian diberikan modal untuk riset dan pengembangan pertanian dan perkebunan. Tidak dipungkiri bahwa pertanian dan perkebunan disana semakin maju bahkan mampu mengexport dengan kwalitas prima. Bahkan rakyatnya seperti istri teman saya itu mampu untuk membuat bibit sendiri. Kalau di sini memang ada sih penelitian tetapi ilmuan dibatasi penelitiannya, bibitpun harus beli di koprasi, pupuk mahal bahkan hasil pertanian lokal banyak ditimbun demi import, seperti gula contohnya.

Ahhh kapan ya Indonesia bisa kembali menjadi negeri agraris dan juga maritim seperti zaman dahulu. Saya ingat ketika sekolah, guru mengajarkan bahwa Indonesia adalah negri zamrud katulistiwa. Tapi sekarang kebanyakan abu-abu khatulistiwa. Kepadatan rumah penduduk, penggundulan hutan, sampah, polusi, dll membuat kini negeri tercinta ini kian meratap. Indonesia juga dulu pelaut handal. Akankan kita kembali menjadi negeri bahari?

Yah semoga saja Indonesia kini lahir kembali. Memang benar pemerintah mempunyai peran penting untuk mengembalikan spirit Indonesia. Tapi masyarakatnya sendiri jika tidak lahir kembali menjadi pribadi yang luhur, pekerja keras, disiplin dan saling hormat menghormati yang didasari rasa sayang sama saja bohong.  

Tidak ada komentar: