17 Okt 2014

SEJARAH TARI TOPENG CIREBON

Tari topeng di Jawa sudah ada sebelum adanya pengaruh Hindu di Indonesia atau disebut era animistik. Tari topeng dipakai untuk pengobatan dan pemujaan kepada leluhur. Tari topeng dianggap sebagai sarana pemanggilah roh2 nenek moyang yang baik oleh para shaman (dukun) .

Dalam Negarakertagama dan Paraton, Hayam Wuruk (1350-1389)  membawakan tari topeng emas sebagai pemujaan kepada Sang Hyang Tunggal atau Sang Hyang Puspasharira untuk mengenang neneknya Sri Rajapatni. Tari topeng Emas adalah tari Panji dan dipersembahkan untuk para perempuan-perempuan istana. Tarian ini lalu diwarisi ke raja-raja selanjutnya sebagai makna kewibawaan serta bakti seorang Raja kepada amanat Tuhannya. Bahkan raden Fatah dari Demak juga kemudian ikut menarikan tari Panji dan Kelana.

Pada literatur lain disebutkan bahwa keberadaan topeng telah dikenal semenjak zaman kerajaan tertua di Jatim yaitu kerajaan Gajayana (760 Masehi) yang berlokasi di sekitar kota Malang. Tepatnya, kesenian ini telah muncul sejak zaman Mpu Sendok. Saat itu, topeng pertama terbuat dari emas, dikenal dengan istilah Puspo Sariro (bunga dari hati yang paling dalam) dan merupakan simbol pemujaan Raja Gajayana terhadap arwah ayahandanya, Dewa Sima.


Tari topeng Panji terinspirasi dari kisah Raden Panji Asmarabangun dan dewi sekartaji pada karya sastra era kerajaan kediri. Tarian ini diciptakan secara penokohan dan ada juga yang sebagai perlambang keTuhanan. Tidak hanya tari topeng Panji, namun tari topeng Klana juga mengambil dari cerita Raden Panji. Ia adalah Raja Klana Sewandana yang jatuh cinta kepada dewi Sekartaji. Raja Klana ini merupakan perlambang dari Rahwana.

Tari Panji dan tari  Klana lalu berkembang ke negeri-negeri sahabat dan tundukan Majapahit lewat jalur laut dan darat. Pada jalur darat, banyak yang menafsirkan tari topeng disebarkan sekedar untuk ngamen. Namun dalam kitab Negarakertagama, Majapahit memerintahkan para pendeta atau resi SiwaWisnu untuk menyebarkan agama ke penjuru wilayah Majapahit yang kemungkinannya lewat jalur darat. Dan tari topeng merupakan salah satu kesenian yang bersifat keHinduan pada masa itu yang kemungkinannya juga dibawakan oleh para pendeta atau resi.

Cirebon yang dahulunya hanya Muara Jati  merupakan wilayah strategis perdagangan. Perekonomian merupakan dasar kemakmurannya. Kota kecil di daerah Mura Jati ini yang dipimpin ki Gde Tapa merupakan salah satu pusat pertemuan antara wilayah utara, barat, laut dan selatan. Tari topeng kemungkinan masuk lewat jalur darat dengan beberapa tahapan. Salah satu bukti nyata yaitu adanya tari topeng Panji dan Kelana yang hampir sama di Tegal. Disana ada 6 tarian yang menunjukan perjalanan tari topeng yaitu: Ada Tari Topeng Endel (peristiwa alam semesta yang diciptakan Sang Hyang Widi), Tari Topeng Kresna (penciptaan adam dan Hawa. Krisna adalah titisan Wisnu yang yang disebut juga dewa kemanungsaan), Tari Topeng Panji (mengenai kelahiran manusia), Tari Topeng Panji Lanyapan (manusia dalam memenuhi kebutuhan), Tari Topeng Patih atau Jinggan Anom (manusia dan tanggung jawabnya) dan dikenal juga Tri Topeng Minakjingga dan satu lagi Tari Topeng Kelana atau Tari Topeng Rahwana (berkuasa, keduniawian dan kesewenang-wenangan)

Ketika Pangeran Cakrabuna yang menjadi kuwu memerintah Muara Jati ia menyadari bahwa dengan perekonomian menjadi dasar dan campuran dari berbagai karakter membuat masyarakatnya berwatak keras. Lantas ia menjadikan tari topeng yang sudah menjadi salah satu kesenian di sana sebagai sarana memperhalus karakter. Dalam pengertian umum, seni merupakan salah satu ekspresi yang menyajikan keindahan yang membuat manusia menjadi lebih peka dan perasa. Kesenian merupakan sarana yang baik dalam mendidik masyarakat untuk menciptakan kehalusan dan keindahan jiwa. Pangeran yang sudah beragama Islam, tidak memasukkan pemaknaan Hindu dalam tari topeng tersebut. Selain itu kesenian ini juga sebagai media komunikasi antara penguasa dan rakyatnya.

Ketika 1479, Sunan Gunung Jati memimpin Cirebon dan bertugas menyebarkan agama Islam. Ia menyadari bahwa tarian ini masih mengandung unsur keHinduan. Untuk itu ia meminta sunan Kalijaga, koleganya yang merupakan pakar akulturasi budaya guna sebagai sarana syiar untuk menggubah tarian ini agar memasukkan unsur Islam didalamnya. Filsafat kehinduan di dalam tari topeng  kemudian digubah menjadi tuntunan Islam. Tari Panji mengajarkan mengenai keharmonisan antara manusia dan alam, dzikir, surat Al Ihlas mengenai keesaan Tuhan dan sifat-sifat baik agar manusia menjadi suci agar lahir dalam keadaan nol dan pulang ke Allah SWT dalam keadaan nol. Sedangkan tari Klana mengajarkan sifat-sifat keangkara-murkaan dalam diri manusia, yaitu serakah, meminta-minta, tinggi ego, terlalu keduniawian dan merasa diri paling benar yang harus kita sadari sebagai manusia.
 
Untuk melengkapi hal tersebut, Sunan Kalijaga lalu membuat menjadi satu rangkaian penceritaan yang akhirnya disebut tari topeng babakan, yang kita kenal menjadi 5 wanda (karakter) utama. Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung dan Kelana. Tari topeng ini adalah ajaran dan tuntunan agar manusia dapat mencapai tingkat spiritual tertingginya.

Panji bukan hanya awal tarian, tetapi juga dasar dan permulaan. Jika manusia sudah mencapai tingkat kerahwanaannya atau kekelananya, maka kembalilah kepada Panji.

Rekam jejak faham Hindu masih bisa kita lihat di beberapa gerakan tari Panji. Salah satu yang mudah kita pelajari jika menonton sinetron Mahadewa.

Tidak ada komentar: