dikutip dari berbagai sumber
Keberadaan topeng juga telah dikenal semenjak zaman kerajaan tertua di Jatim yaitu kerajaan Gajayana (760 Masehi) yang berlokasi di sekitar kota Malang. Tepatnya, kesenian ini telah muncul sejak zaman Mpu Sendok. Saat itu, topeng pertama terbuat dari emas, dikenal dengan istilah Puspo Sariro (bunga dari hati yang paling dalam) dan merupakan simbol pemujaan Raja Gajayana terhadap arwah ayahandanya, Dewa Sima.
Dalam kitab Pararaton dan Negarakertagama, diungkapkan pada masa Majapahit, Hayam Wuruk memakai topeng emas menciptakan tari topeng Panji untuk menghormati neneknya dalam upacara Sraddha. Tarian tersebut juga dipersembahkan kepada para perempuan istana.
Tari topeng Panji masa itu adalah perlambang tentang keyakinan Jawa-Budha-Hindu SiwaWishnu yang merupakan agama mayoritas Majapahit yang menggambarkan menggambarkan pola pemikiran purba Jawa tentang dualisme semesta, siang dan malam, matahari dan bulan, lelaki dan perempuan. Dualisme ini merupakan pasangan oposisi yang sama-sama diperlukan dalam kehidupan manusia. Untuk mencapai harmoni dari kenyataan dualistik ini, yang berarti keselamatan dan kesejahteraan hidup, maka keduanya harus dipasangkan atau dikawinkan. (Sumardjo, 2002: 20–21).
Paham ini seperti pemujaan asli lainnya dalam hal penciptaan adalah emanasi, sejalan dengan pemahaman Hindu Budha. Paham emanasi tidak membedakan Pencipta dan ciptaan, karena ciptaan adalah bagian atau pancaran dari Sang Hyang Tunggal.
Sejalan dengan alur perkembangan zaman seni tari topeng dikenal tak hanya sebagai sarana pemujaan ruh tetapi dikenal juga sebagai sebuah bentuk kesenian hiburan masyarakat elit kerajaan yang bersifat eksklusif dan menjadi simbol ketinggian derajat sosial (keningratan) yang dimiliki seseorang. Kesenian ini kemudian terus berkembang pesat saat zaman kerajaan Majapahit.
Sejalan dengan luasnya wilayah Majapahit dan kerajaan sahabat, tari topeng Panji serta kelana menyebar baik lewat jalur perdagangan serta jalur darat. Jalur perdagangan menyebarkan hingga ke Siam dan Campa dengan versi percintaannya. Sedangkan jalur darat mempunyai misi penyebaran agama.
Di Malang, Jawa Timur Panji tidak hanya ditarikan dengan topeng. Namun di kota tersebut falsafah Panji dipahami dan dilestarikan hingga kini. Bahkan falsafah tersebut digunakan dalam pertanian. Di kota ini tari topeng membawakan lakon dengan sebutan tari topeng Malangan.
Salah satu daerah yang dituju adalah wilayah Muara Jati, Cirebon yang kala itu merupakan pusat pertemuan antara wilayah barat dan timur dengan pelabuhannya yang besar. Tegal, adalah salah satu wilayah yang dilewati yang mempunyai persamaan topeng dengan cirebon namun berbeda plot dan ada 6 karakter.
Di Cirebon tari topeng masuk merakyat karena lewat jalur seniman yang mengamen dan lambat laun menjadi tradisi. Ketika Cakrabuana hadir, tari topeng lalu menjadi alat komunikasi antara penguasa dan rakyat. Ia juga memasukan unsur keislaman, seperti agama yang di anutnya. Ketika Sunan Gunung Jati menjadi wali bersama Sunan Kalijaga menggubah tari topeng menjadi Islami dengan memasukan simbolnya ke dalam gerak tari dan kostum. Panji dan Kelana lalu digubah dan dipecah menjadi 5 karakter utama yaitu Panji, Samba, Rumyang, Tumenggung dan Kelana. 5 karakter tersebut menyimbolkan siklus spiritual manusia.
Cirebon yang waktu itu terdiri dari Cirebon kota, Cirebon kabupaten, Dermayu dan Majalengka. Ketika Jakarta dan Banten menjadi daerah kekuasaan Cirebon, tari topeng menyebar melewati subang dll. Di Jakarta terkenal dengan tari topeng Betawi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar